1. Exercise Therapy atau Terapi
Latihan
Terapi
ini dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi sekaligus memberi penguatan dan
pemeliharaan gerak agar bisa kembali normal atau setidaknya mendekati kondisi
normal. Kepada anak, akan diberikan latihan memegang maupun menggerakkan tangan
dan kakinya. Setelah mampu, akan dilanjutkan dengan latihan mobilisasi, dimulai
dengan berdiri, melangkah, berjalan, lari kecil, dan seterusnya.
Pada
kasus patah kaki, contohnya, akan dilakukan fisioterapi secara bertahap, kapan
si anak harus sedikit menapak sampai bisa menapak penuh.
Latihan-latihan
yang diberikan bertujuan mempertahankan kekuatan otot-otot dan kemampuan
fungsionalnya dengan mempertahankan sendi-sendinya agar tak menjadi kaku. Hal
ini perlu dilakukan karena kaki patah yang dipasangi gips umumnya akan
mengalami pengecilan otot, sehingga kekuatannya pun berkurang. Lewat terapi
yang dilakukan sambil bermain akan kelihatan bagian mana yang mengalami
penurunan fungsi.
2. Heating Therapy atau Terapi
Pemanasan
Sesuai dengan namanya, terapi ini
memanfaatkan kekuatan panas yang biasanya digunakan pada kelainan kulit, otot,
maupun jaringan tubuh bagian dalam lainnya. Penggunaannya tentu saja
disesuaikan dengan tingkat keluhan. Bila hanya sampai di bagian kulit, maka
pemanasannya pun hanya diperuntukkan bagi kulit saja dengan menggunakan Infra
Red Radiation (IRR) atau radiasi infra merah. Bila gangguan terjadi pada
otot, digunakanlah micro diathermy atau diatermi mikro. Sementara, jika
gangguan muncul di bagian terdalam seperti rangka tubuh, maka yang digunakan
adalah short wave diathermy atau diatermi gelombang pendek. Intinya, jenis
terapi yang dilakukan akan disesuaikan dengan hasil diagnosis.
Terapi pemanasan biasanya diberikan
bersamaan dengan jenis terapi lain. Seperti pada terapi inhalasi untuk
anak-anak dengan masalah lendir pada saluran napas; pada nyeri otot maupun
sendi. Bila dikombinasikan dengan bentuk pengobatan lain tentu lebih
menguntungkan karena dosis obat yang harus diminum anak jadi lebih kecil untuk
meminimalisir efek negatifnya.
3. Electrical Stimulations
Therapy atau Terapi Stimulasi Listrik
Terapi
yang menggunakan aliran listrik bertenaga kecil ini cocok diterapkan pada anak
yang menderita kelemahan otot akibat patah tulang ataupun kerusakan saraf otot.
Cara penggunaannya, dengan menempelkan aliran listrik pada otot-otot untuk
mengatasi rasa nyeri. Terapi ini bertujuan untuk mempertahankan massa otot dan
secara tidak langsung merangsang regenerasi saraf.
Pada
pasien anak yang menderita gangguan pernapasan, terapi ini pun bisa digunakan
untuk pengobatan. Efeknya, sirkulasi darah di rongga dada dan saluran
pernapasan menjadi lebih lancar, sehingga dapat membantu relaksasi serta
membantu mengeluarkan lendir dari saluran pernapasan, sehingga akan mempercepat
proses penyembuhan.
4. Cold Therapy atau Terapi
Dingin
Terapi
dingin biasanya diberikan bila cedera anak masih akut sehingga proses
peradangan tidak menjadi kronis. Terapi ini umumnya hanya diperuntukkan bagi
otot saja, biasanya akibat terjatuh dan mengalami memar. Nah, terapi dingin ini
pun berguna mengurangi bengkak. Itulah kenapa, ketika anak terjatuh dan bagian
tubuhnya ada yang benjol, orang tua sering mengompresnya dengan air dingin.
Namun terapi dingin harus dengan pengawasan ketat karena kalau fase akutnya
sudah lewat, tapi masih terus diberi terapi, justru dapat merusak jaringan.
5. Chest Physiotherapy atau
Terapi Bagian Dada
Anak
dengan keluhan batuk-pilek biasanya mendapat chest physiotherapy yang
bermanfaat membersihkan saluran pernapasan dan memperbaiki pertukaran udara.
Yang termasuk dalam fisioterapi ini di antaranya inhalasi/nebulizer, clapping,
vibrasi dan postural drainage.
Inhalasi
yaitu memasukkan obat-obatan ke dalam saluran pernapasan melalui penghirupan.
Jadi, partikel obat dipecah terlebih dulu dalam sebuah alat yang disebut
nebulizeer hingga menjadi molekul-molekul berbentuk uap. Uap inilah yang
kemudian dihirup anak, hingga obat akan langsung masuk ke saluran pernapasan.
Keuntungan cara ini, dosis obat jauh lebih kecil, hingga dapat mengurangi efek
samping obat.
Obat-obat
inhalasi yang umum diberikan adalah obat untuk melonggarkan saluran napas,
pengencer dahak, dan NaCl sebagai pelembab saluran napas. Sedangkan lamanya
setiap inhalasi cukup sekitar 10 menit. Tindakan lanjut untuk membantu
pengeluaran lendirnya, antara lain clapping atau tepukan pada dada dan punggung.
Bisa di sisi kanan, kiri, depan dada. Tepukan dilakukan secara kontinyu dan
ritmik. Sertai pula dengan pengaturan posisi anak (postural drainage), semisal
anak ditengkurapkan dengan posisi kepala lebih rendah dari badan, hingga lendir
tersebut dapat mengalir ke cabang pernapasan utama sekaligus lebih mudah untuk
dibatukkan. Ini akan menguntungkan karena biasanya anak tak bisa meludah,
hingga lendir yang menyumbat saluran pernapasan sulit dikeluarkan.
Khusus
pada bayi atau anak di bawah usia 2 tahun, bila perlu, lakukan tindakan
suction atau penyedotan lendir dengan alat khusus lewat hidung atau mulut.
Bisanya tindakan ini dilakukan pada bayi dimana refleks batuknya belum cukup
kuat untuk mengeluarkan lendir.
6. Hydro Therapy atau Aquatik
Therapy
Terapi
dengan air berguna bagi anak-anak yang mengalami gangguan, terutama gangguan
gerak akibat spastisitas, misal pada anak CP (Cerebral Palsy). Sedangkan pada
anak yang terlambat berjalan, tentu saja sebelum diterapi mereka akan
dievaluasi dulu baik dari usia, tingkat kemampuan, maupun tingkat kesulitan
yang dialami. Untuk bisa berjalan, anak tentu saja harus melalui berbagai
tahapan yang dimulai dengan tengkurap, duduk, merangkak sampai berdiri.
Biasanya anak tidak akan langsung diajarkan berjalan bila tahap sebelumnya
belum mampu ia lakukan.
Pada
anak yang mengalami kesulitan bergerak karena spastisitas/kekakuan, ketika di
air, umumnya dia akan lebih mudah bergerak. Dengan demikian diharapkan
spastisitas anak akan berkurang mengingat adanya bantuan berupa dorongan air
yang sifatnya bisa melenturkan gerak tubuh. Meskipun tidak semua anak dengan
gangguan tersebut dapat diberikan hidro terapi air, tapi terapi ini bisa
dijadikan sebagai salah satu alternatif.
7. Orthopedhic dan Rheumathoid
Arthritis
Sebetulnya
fisioterapi ortopedik ini dilakukan untuk mengatasi gangguan tulang dan otot
akibat patah tulang, post fracture (retak), artritis sendi, keseleo, atau
terkilir. Umumnya ditujukan untuk kalangan dewasa karena kasusnya jarang sekali
terjadi pada anak.
Pada
bayi, terapi ortopedik ini akan dipakai jika ia mengalami proses pemendekan
otot leher (lehernya jadi miring) akibat pembengkakan otot leher yang membuat
ototnya tertarik ke satu arah. Fiosioterapi ini dilakukan dalam bentuk
latihan-latihan gerakan, pijat, dan peregangan. Bisa juga dibarengi dengan
ultrasound (gelombang suara berfrekuensi lebih tinggi dari yang dapat
didengar manusia) dan pemanasan untuk melepaskan perlengketan/gumpalan di
leher. Fisioterapi ini bisa diterapkan sejak bayi berusia 2 minggu.
Fisioterapi rheumathoid arthritis dilakukan
pada anak dengan keluhan kaki bengkak atau mengalami gangguan sendi. Untuk
mengurangi rasa nyeri, terapi dingin diberikan saat akut dan selanjutnya
diberikan terapi panas dengan electrical stimulations therapy. Ini bisa dilakukan
pada anak usia 4-5 tahunan, tergantung pada bagian mana terserangnya