Sabtu, 18 Juni 2016

Terapi Latihan

Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi,  keseimbangan dan kemampuan fungsional.
Pemberian terapi latihan baik secara aktif maupun pasif, baik menggunakan alat maupun tanpa menggunakan alat dapat memberikan efek naiknya adaptasi pemulihan kekuatan tendon, ligament serta dapat menambah kekuatan otot, sehingga dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah luas gerak sendi.
Menurut Kisner (1996) dosis terapi latihan yang digunakan sebanyak 6 kali pengulangan disesuaikan dengan kondisi umum pasien, apabila keadaan umum pasien baik maka latihan dapat diulang sampai 10 kali pengulangan.

Indikasi Terapi Latihan

Berikut ini beberapa keadaan yang umumnya dapat diberikan intervensi terapi
latihan :
  • Nyeri
  • Spasme
  • Kelemahan dan penurunan kekuatan otot
  • Keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi) bisa dikarenakan oleh Stiffness joint maupun Contracture
  • Hypermobile pada sendi
  • Postur tubuh yang abnormal
  • Gangguan keseimbangan, stabilitas postur, koordinasi, perkembangan dan tonus otot
  • Gangguan kardiovaskulopulmonal
Keluhan yang dialami penderita ini harus benar-benar dicermati secara khusus karena manifestasi keluhan-keluhan tersebut sering bersifat spesifik terhadap penderita. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah identifikasi terhadap resiko terjadinya gangguan lebih lanjut sehingga dapat diantisipasi dalam perncanaan metode Terapi Latihan.

Kontraindikasi Terapi Latihan
  • Latihan tidak boleh dilakukan bila latihan tersebut mengganggu proses penyembuhan seperti pada keadaan fraktur tulang.
  • Latihan pada area tumit dan kaki harus dilakukan dengan hati hati  untuk meminimalkan stasis vena dan pembentukan thrombus.
  • Bila pasien merasakan nyeri yang sangat berat hentikan latihan. Tanda-tanda latihan yang tidak tepat adalah timbulnya rasa nyeri dan peradangan.
  • Latihan harus di monitor dengan ketat terutama pada pasien dengan gangguan jantung.
 Adapun terapi latihan yang akan diberikan, antara lain :

           A.    Forced Passive Movement            
Forced passive movement merupakan teknik latihan yang pada dasarnya adalah latihan passive sehingga perlu diperhatikan ketentuan melakukan passive movement.
1. Ketentuan sebelum melakukan latihan Passive Movement yaitu :
       a) Bagian yang tidak digerakan harus di suport dengan baik.
       b) Bagian yang akan digerakan harus di pegang dengan benar (comfort).
       c) Gerakan yang terjadi dapat dari distal ke proksimal atau sebaliknya.
       d) Pegangan pada bagian kulit yang tertarik harus memudahkan  mencegah tarikan yang berlebihan.
       e) Pegangan harus dekat dengan sendi untuk memberikan gerakan yang memungkinkan.
     f) Gerakan yang terjadi pada sendi memungkinkan memberikan slight traksi dan tekanan harus mempunyai pengaruh dorongan pada jarak ekstremitas.
       g) Gerakan harus halus dan teratur, pengulangan gerakan diberikan dengan selang waktu (tempo).
      h) Pengubahan pegangan harus dilakkukan dengan halus dan posisi pengaturan tangan atau pegangan seminimal mungkin yang diperlukan.     
                       
2.  Teknik Pelaksanaan Forced Passive Movement
Sebelum memberikan latihan forced passive movement pasien diberikan penyinaran infra merah sebagai persiapan latihan. Tidak lupa berikan gambaran kepada pasien tentang apa, bagaimana, dan untuk apa latihan diberikan.

1) Persiapan Pasien
a) Posisikan pasien senyaman mungkin, pada kasus post Orif fraktur shaft femur dextra, pasien tidur tengkurap (tungkai atas tersuport dengan baik).
b) Pastikan pasien sadar, dan cek vital sign.

2) Persiapan Terapis
a) Posisi terapis usahakan nyaman dan dapat menjangkau dengan baik terhadap gerakan yang dilakukan, pada kasus ini terapis di samping kanan  tungkai penderita.
b) Jaga kontak dengan pasien.

3)  Pelaksanaan Latihan
       a) Mobilisasi persendian tungkai (passive movement dan pasien relax) pada kasus ini adalah hip joint, knee joint, dan pattella femoral joint tungkai kanan.
       b) Statik kontraksi (kontraksi isometrik) untuk menjaga tonus otot dan   menjaga kekuatan otot, dalam kasus ini dengan cara pasien diperintahkan untuk menekankan lutut ke bed tahan beberapa saat lalu rilaks (terutama untuk otot ekstensor lutut).
       c) Pastikan pasien benar – benar  relax, terutama m.quadriceps dan m.hamstring tungkai kanan.
       d) Fiksasi di atas m.hamstring bagian bawah tungkai kanan, dengan tangan kiri terapis.
       e) Support bagian yang akan digerakan dengan baik, dalam hal ini support (pegangan) di atas ankle  tungkai kanan, oleh tangan kanan terapis.
      f) Traksi atau tarikan diberikan selama gerakan untuk mengurangi pergesekan dalam sendi dan penguluran otot (m. quadriceps).
        g) Gerakan yang diberikan yaitu fleksi lutut tungkai kanan (jaga  agar pasien tetap relax), gerakan dilakukan sampai batas rasa nyeri (penderita merasa nyeri pada lingkup gerak sendi tertentu, gerakan dihentikan).
         h) Penekanan diberikan  pada akhir gerakan dengan tiba – tiba  untuk menambah lingkup gerak sendi.
         i) Kecepatan gerakan, gerakan harus lambat, teratur dan terkontrol karena selama gerakan fleksi knee m. quadriceps dan m. hamstring harus tetap relax.
         j) Dosis, Menurut Kisner (1996) dosis terapi latihan yang digunakan sebanyak 6 kali pengulangan, disesuaikan dengan kondisi umum pasien, apabila kondisi umum pasien baik dapat di ulang sampai 10 kali pengulangan.

4) Setelah Latihan
a) Evaluasi atau cek kembali keadaan umum pasien.
b) Berikan waktu istirahat sebelum pasien meninggalkan tempat latihan.

B. Free Active Movement
Free active movement merupakan bagian dari active exercise yang dihasilkan oleh kontraksi otot yang melawan gaya gravitasi pada bagian tubuh yang bergerak, tanpa adanya bantuan atau tenaga dari luar, dengan tujuan sebagai mobilisasi, rileksasi dan sebagai persiapan untuk latihan selanjutnya.

C. Relax Passive Movement
Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak rileks passive movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.
         Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu :
1.      Sebagian adaptasi disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri,
2.      Sebagian disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal.
3.      Dengan mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri.  Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu :
1)      Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah,
2)      Kontraksi otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu , spasme otot mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas. Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang merangsang ujung saraf nyeri.

D. Resisted Active Exercise
       Resisted active exercise merupakan bagian dari active exercise di mana terjadi kontraksi otot secara statik maupun dinamik dengan diberikan tahanan dari luar, dengan tujuan meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan daya tahan otot. Tahanan dari luar bisa manual atau mekanik.
       Tahanan manual adalah tahanan yang kekuatannya berasal dari terapis dengan besarnya tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien dan besarnya beban tahanan yang diberikan tidak dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan tahanan mekanik adalah tahanan dengan besar beban menggunakan peralatan mekanik, dimana jumlah besarnya tahanan dapat diukur secara kuantitatif.
Pemberian tahanan mekanik dapat menggunakan quadriceps setting exercise dengan alat quadriceps banch, dimana penentuan besarnya tahanan beban dan pengulangan ditentukan dengan menggunakan tes submaksimal. Tes submaksimal yaitu tes untuk memperkirakan kekuatan maksimal, dengan menggunakan Diagram Holten.
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar